I. KLASIFIKASI TURBIN AIR
Dengan kemajuan ilmu Mekanika fluida
dan Hidrolika serta memperhatikan sumber energi air yang cukup banyak tersedia
di pedesaan akhirnya timbullah perencanaan-perencanaan turbin yang divariasikan
terhadap tinggi jatuh ( head ) dan debit air yang tersedia. Dari itu
maka masalah turbin air menjadi masalah yang menarik dan menjadi objek
penelitian untuk mencari sistim, bentuk dan ukuran yang tepat dalam usaha
mendapatkan effisiensi turbin yang maksimum.
Pada uraian berikut akan dijelaskan
pengklasifikasian turbin air berdasarkan beberapa kriteria.
1.1.
Berdasarkan Model Aliran Air Masuk Runner.
Berdasaran model aliran air masuk runner, maka turbin air dapat dibagi
menjadi tiga tipe yaitu :
1. Turbin Aliran Tangensial
Pada
kelompok turbin ini posisi air masuk runner
dengan arah tangensial atau tegak lurus dengan poros runner mengakibatkan runner berputar, contohnya Turbin
Pelton dan Turbin Cross-Flow. daagh
Gambar 1. Turbin
Aliran Tangensial (Sumber : Haimerl,
L.A., 1960)
2. Turbin Aliran
Aksial
Pada turbin ini air masuk runner
dan keluar runner sejajar dengan
poros runner, Turbin Kaplan atau Propeller
adalah salah satu contoh dari tipe turbin ini.
Gambar 2.
Model Turbin Aliran Aksial (Sumber : Haimerl, L.A., 1960)
3. Turbin Aliran
Aksial - Radial
Pada
turbin ini air
masuk ke dalam runner secara
radial dan keluar
runner
secara
aksial sejajar dengan poros. Turbin
Francis adalah termasuk dari jenis
turbin ini.
Gambar
3. Model Turbin Aliran Aksial- Radial (Sumber : Haimerl, L.A., 1960)
1.2. Berdasarkan Perubahan Momentum Fluida Kerjanya.
Dalam hal ini turbin air dapat dibagi
atas dua tipe yaitu :
1. Turbin
Impuls.
Semua energi potensial air pada turbin ini dirubah menjadi menjadi energi
kinetis sebelum air masuk/ menyentuh sudu-sudu runner oleh alat pengubah yang disebut nozel. Yang termasuk jenis
turbin ini antara lain : Turbin Pelton
dan Turbin Cross-Flow.
2. Turbin
Reaksi.
Pada turbin reaksi, seluruh energi potensial dari air dirubah menjadi
energi kinetis pada saat air melewati lengkungan sudu-sudu pengarah, dengan
demikian putaran runner disebabkan
oleh perubahan momentum oleh air. Yang termasuk jenis turbin reaksi diantaranya
: Turbin Francis, Turbin Kaplan dan Turbin Propeller.
1.3. Berdasarkan Kecepatan Spesifik (ns)
Yang dimaksud dengan kecepatan
spesifik dari suatu turbin ialah kecepatan
putaran runner yang dapat dihasilkan daya
effektif 1 BHP untuk setiap tinggi jatuh 1 meter atau dengan rumus dapat
ditulis ( Lal, Jagdish, 1975 ) :
ns = n
. Ne 1/2 / Hefs5/4
diketahui : ns
= kecepatan spesifik turbin
n = Kecepatan putaran turbin ……. rpm
Hefs = tinggi jatuh effektif …… m
Ne = daya turbin effektif …… HP
Setiap turbin air memiliki nilai kecepatan
spesifik masing-masing, tabel 1. menjelaskan batasan kecepatan spesifik untuk
beberapa turbin kovensional ( Lal,
Jagdish, 1975 )
Tabel 1. Kecepatan Spesifik Turbin Konvensional
No
|
Jenis
Turbin
|
Kecepatan
Spesifik
|
1.
|
Pelton dan kincir air
|
10 -
35
|
2.
|
Francis
|
60 -
300
|
3.
|
Cross-Flow
|
70 -
80
|
4.
|
Kaplan dan propeller
|
300 -
1000
|
1.4. Berdasarkan Head dan Debit.
Dalam hal ini pengoperasian turbin
air disesuaikan dengan potensi head
dan debit yang ada yaitu :
1. Head yang
rendah yaitu dibawah 40 meter tetapi debit air yang besar, maka Turbin Kaplan atau propeller cocok digunakan untuk kondisi seperti ini.
2. Head
yang sedang antara 30 sampai 200 meter dan debit relatif cukup, maka untuk
kondisi seperti ini gunakanlah Turbin
Francis atau Cross-Flow.
3. Head
yang tinggi yakni di atas 200 meter dan debit sedang, maka gunakanlah turbin
impuls jenis Pelton.
Gambar 7. menjelaskan bentuk
kontruksi empat macam
runner turbin konvensional.
Gambar 4. Empat Macam Runner Turbin Konvensional
(Sumber : Haimerl, L.A.,
1960)
II. KARAKTERISTIK TURBIN CROSS-FLOW
Turbin Cross-Flow memiliki karakteristik yang spesifik dibanding
jenis penggerak turbin lainnya diantaranya ialah :
2.1. Keunggulan Turbin Cross-Flow
Turbin Cross-Flow adalah salah satu turbin air dari jeis turbin
aksi (impulse turbine). Prinsip kerja turbin ini mula-mula ditemukan oleh
seorang insinyur Australia yang bernama A.G.M.
Michell pada tahun 1903. Kemudian turbin ini dikembangkan dan dipatenkan di
Jerman Barat oleh Prof. Donat Banki
sehingga turbin ini diberi nama Turbin
Banki kadang disebut juga Turbin
Michell-Ossberger (Haimerl, L.A., 1960).
Pemakaian jenis Turbin Cross-Flow lebih menguntungkan dibanding dengan pengunaan
kincir air maupun jenis turbin mikro hidro lainnya. Penggunaan turbin ini untuk
daya yang sama dapat menghemat biaya pembuatan penggerak mula sampai 50 % dari
penggunaan kincir air dengan bahan yang sama. Penghematan ini dapat dicapai
karena ukuran Turbin Cross-Flow lebih
kecil dan lebih kompak dibanding kincir air. Diameter kincir air yakni roda
jalan atau runnernya biasanya 2 meter ke atas, tetapi diameter Turbin Cross-Flow dapat dibuat hanya 20
cm saja sehingga bahan-bahan yang dibutuhkan jauh lebih sedikit, itulah
sebabnya bisa lebih murah. Demikian juga daya guna atau effisiensi rata-rata
turbin ini lebih tinggi dari pada daya guna kincir air. Hasil pengujian
laboratorium yang dilakukan oleh pabrik turbin Ossberger Jerman Barat yang menyimpulkan bahwa daya guna kincir air
dari jenis yang paling unggul sekalipun hanya mencapai 70 % sedang effisiensi
turbin Cross-Flow mencapai 82 % ( Haimerl, L.A., 1960 ).
Tingginya effisiensi Turbin Cross-Flow
ini akibat pemanfaatan energi air pada turbin ini dilakukan dua kali, yang
pertama energi tumbukan air pada sudu-sudu pada saat air mulai masuk, dan yang
kedua adalah daya dorong air pada sudu-sudu
saat air akan meninggalkan runner.
Adanya kerja air yang bertingkat ini ternyata memberikan keuntungan dalam hal
effektifitasnya yang tinggi dan kesederhanaan pada sistim pengeluaran air dari runner. Kurva di bawah ini akan
lebih menjelaskan tentang perbandingan effisiensi dari beberapa
turbin konvensional.
Gambar 5. Effisiensi Beberapa Turbin dengan Pengurangan Debit
Sebagai Variabel (Sumber : Haimerl,
L.A., 1960)
Dari kurva
tersebut ditunjukan hubungan antara effisiensi dengan pengurangan debit akibat
pengaturan pembukaan katup yang dinyatakan dalam perbandingan debit terhadap
debit maksimumnya.Untuk Turbin Cross Flow
dengan Q/Qmak = 1 menunjukan effisiensi yang cukup tinggi sekitar 80%,
disamping itu untuk perubahan debit sampai dengan Q/Qmak = 0,2 menunjukan harga
effisiensi yang relatif tetap ( Meier, Ueli,1981).
Dari kesederhanaannya jika
dibandingkan dengan jenis turbin lain, maka Turbin
Cross-Flow yang paling sederhana. Sudu-sudu Turbin Pelton misalnya, bentuknya sangat pelik sehigga pembuatannya
harus dituang. Demikian juga runner Turbin Francis, Kaplan dan Propeller pembuatannya harus melalui
proses pengecoran/tuang.
Tetapi runner Turbin Cross Flow dapat dibuat
dari material baja sedang (mild steel) seperti ST.37, dibentuk dingin kemudian
dirakit dengan konstruksi las. Demikian juga komponen-komponen lainnya dari
turbin ini semuanya dapat dibuat di
bengkel-bengkel umum dengan peralatan pokok mesin las listrik, mesin bor, mesin
gerinda meja, bubut dan peralatan kerja
bangku, itu sudah cukup.
Dari kesederhanaannya itulah
maka Turbin Cross-Flow dapat dikelompokan sebagai
teknologi tepat guna yang pengembangannya di masyarakat pedesaan
memiliki prospek cerah karena pengaruh keunggulannya sesuai dengan kemampuan
dan harapan masyarakat.
Dari beberapa kelebihan Turbin Cross-Flow itulah, maka sampai
saat ini pemakaiannya di beberapa negara lain terutama di Jerman Barat sudah
tersebar luas, bahkan yang dibuat oleh pabrik Turbin Ossberger sudah mencapai 5.000 unit lebih, sebagaimana
diungkapkan oleh Prof. Haimerl (1960) dalam suatu artikelnya sebagai berikut :
“Today, numerous turbines
throughout the world are operating on the Cross-flow principle, and most of
these (more than 5.000 so far) have been built by Ossberger”
Selanjutnya
Prof. Haimerl (1960) menyatakan pula bahwa setiap unit dari turbin ini dapat
dibuat sampai kekuatan kurang lebih 750 KW, dapat dipasang pada ketinggian
jatuh antara 01 sampai 200 meter dengan debit air sampai 3.000 liter/detik.
Cocok digunakan untuk PLTMH, penggerak instalasi pompa, mesin pertanian,
workshop, bengkel dan lain sebagainya.
Turbin
Cross-Flow secara umum dapat dibagi dalam dua tipe ( Meier, Ueli, 1981 ) yaitu
:
1. Tipe T1, yaitu Turbin
Cross-Flow kecepatan rendah .
2. Tipe T3, yaitu Turbin
Cross-Flow kecepatan tinggi.
Kedua tipe
turbin tersebut lebih dijelaskan oleh gambar 6.
Gambar
6. Dua Tipe Turbin Cross-Flow (Sumber
: Haimerl, L.A., 1960)
1. Elbow 6. Rangka pondasi
2. Poros
katup 7. Rumah turbin
3. Katup 8.
Tuup turbin
4. Nozel 9.
Poros runner
5. Runner
Gambar 7. Model Rakitan Turbin Cross-Flow (Sumber : Haimerl, L.A., 1960)
2.2. Cara Mengoperasikan Turbin Cross-Flow
Cara mengoperasikan Turbin
Cross-Flow, pertama kali buka pintu utama di sekitar bendungan agar air
dapat mengalir melalui kanal ke bak penenang. Setelah permukaan air di
kolam penampung naik setinggi 1,5 meter
di atas mulut pipa pesat hingga sebagian air ada yang terbuang melimpah melalui
saluran limpah, maka pada saat itu pula pintu di mulut pipa pesat dibuka hingga
pipa pesat penuh terisi namun pada saat itu air tak dapat masuk turbin sebab
katup di bawah di dalam posisi menutup penuh. Selanjutnya sekarang kegiatan
pengoperasian berlangsung di rumah pembangkit. Bukalah katup secara berkala
dengan perantaraan regulator tangan sampai air dapat keluar dari nozel dan
akhirnya memutarkan runner. Setelah runner berputar normal, lepaskan pasak
penghubung katup – regulator, proses pengaturan katup ini selanjutnya dilakukan
oleh governor mekanis. Selama pengoperasian awal ini, generator jangan dahulu
dihubungkan dengan beban, namun setelah governor bekerja secara normal baru
generator dihubungkan dengan beban. Untuk selanjutnya, penyesuaian pemakaian
beban dengan pembukaan katup bekerja secara otomatis yang dilakukan oleh
governor.
2.3. Regulator
Komponen-komponen regulator antara lain : (1) roda tangan, (2) poros berulir, (3) bantalan berulir, (4)
engsel, (5) bantalan pengantar dan (6) tuas perantara , untuk lebih jelasnya
dapat dilihat gambar 8.
Gambar 8. Regulator dan Perlengkapannya (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
2.4. Governor.
Untuk mengatur jumlah debit air yang masuk ke runner seimbang
dengan jumlah pemakaian beban lisrik,
maka digunakan sebuah alat yang disebut governor.
Governor yang digunakan untuk turbin ini adalah governor mekanis sebagaimana yang dijelaskan gambar 9.
Pemilihan governor
mekanis dengan pertimbangan dapat
dibuat di bengkel- bengkel umum dengan biaya yang
relatif terjangkau dibanding dengan governor
elektrik. Disamping itu, governor
mekanis sangat cocok dipasang pada sistim PLTMH yang sederhana. Sedangkan
kepekaan dan kesensitifan kerja governor ini dapat diandalkan dan bisa bersaing
dengan jenis governor lain. Komponen-komponen
governor tersebut antara lain,
1. Puli pada poros runner
2. Puli pada poros perantara
3. Belt
transmisi, ketiga elemen ini merupakan komponen sistim transmisi daya dan putaran dari poros runner ke poros governor.
4. Roda gigi payung pada poros perantara.
5. Roda
gigi payung poros governor, berfungsi
meneruskan transmisi daya dan putaran
dari poros perantara.
6. Poros governor, berfungsi sebagai rel tempat
naik turunnya bantalan jalan, pada poros ini pula bantalan diam bertumpu.
7.
Bantalan jalan, berfungsi
sebagai pengait dan
pembawa tuas-tuas yang berhubungan dengan katup.
8.
Tuas-tuas, berfungsi sebagai
penghubung gerak langkah bantalan
jalan ke posisi katup.
9.
Lengan-lengan governor, berfungsi sebagai
penerus gerak langkah bantalan jalan dan sebagai penentu posisi bandul.
10.
Bandul, berfungsi untuk
menstabilkan putaran dan untuk mendapat jarak langkah yang diinginkan,
hal ini sangat berhubungan dengan gaya
sentripugal yang terjadi.
11. Pegas,
berfungsi memberikan gaya reaksi terhadap bantalan jalan sehingga timbul
keseimbangan aksi – reaksi yang menjadikan sistim beroperasi secara otomatis
mekanis.
12.
Bantalan diam, berfungsi untuk menumpu ujung poros governor pada posisi yang tetap sehingga governor dapat bekerja stabil.
Gambar
9. Governor dan Perlengkapannya (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar
10. Tiga Model Posisi Katup (Sumber : Haimerl, L.A., 1960)
III. MERAKIT TURBIN CROSS-FLOW
Yang termasuk komponen penggerak mula
turbin ialah nozel, katup, runner,
poros runner, tutup turbin dan rangka
pondasi. Berikut ini akan dijelaskan proses pembuatan dan perakitan komponen- komponen
penggerak mula tersebut.
3.1. Runner
Gambar
11. Runner (Sumber : Bachtiar,
Asep Neris. 1988)
Gambar 12. Proses Merakit Runner (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
3.2. Katup
Gambar
13. Katup (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar
14. Komponen Rakitan Katup (Sumber
: Bachtiar, Asep Neris. 1988)
3.3. Nozel
Gambar 15. Nozel
(Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 16. Penampang Samping Nozel (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 17.
Elemen Rakitan Nozel (Sumber :
Bachtiar, Asep Neris. 1988)
3.4. Tutup Turbin
Gambar 18.
Tutup Turbin (Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 19. Komponen Rakitan Tutup Turbin (Sumber :
Bachtiar, Asep Neris. 1988)
IV. MELUKIS BUSUR SUDU DENGAN ANALISA
SEGITIGA KECEPATAN
4.1.Variabel Analisa Segi Tiga Kecepatan
Variabel
- variabel awal yang dibutuhkan dalam analisa segi tiga kecepatan antara lain,
1.
Kecepatan air masuk runner (Vr )
Dalam hal ini kecepatan air masuk runner
sama dengan kecepatan air keluar dari
nozel (Vn ) yaitu,
Vr =
Vn
Vr = Kn
. ( 2 . g . Hefs )1/2
Diketahui, Kn =
koefisien tahanan nozel = 0,96 (
Sutarno, 1973 )
g = percepatan gravitasi bumi = 9,81
m/det2
Hefs
= head efektif sebenarnya
2. Kecepatan keliling diameter luar runner ( Uo )
Dalam
hal ini harga
Uo dapat ditentukan
dari persamaan berikut ( Sutarno, 1973 ),
Uo =
0,5 . Vr
Hasil
percobaan para ahli Turbin Cross Flow,
mereka menyimpulkan bahwa dengan
menentukan harga Uo = 0,5 . Vr ternyata didapatkan effisiensi turbin
yang paling besar, kebenaran tentang kesimpulan ini akan diuji pada uraian
nanti dengan memasukan macam-macam nilai perbandingan Uo/ Vr ke dalam analisa segitiga kecepatan seperti
yang dimaksud, dengan demikian maka,
3. Kecepatan Keliling Diameter Dalam Runner ( Ui )
Dalam hal ini nilai Ui dapat ditentukan dari perbandingan diameter
dalam dan luar runner yaitu,
Ui
= ( Di / Do
) . Uo
4. Diameter luar runner ( Do )
5. Diameter dalam runner ( Di )
6. Sudut air masuk sudu ( θ )
Hasil
pengujian Pabrik Turbin Ossberger
Jerman Barat, untuk mendapatkan effisiensi turbin yang tertinggi
direkomendasikan besar sudut air masuk sudu θ = 150. Hal ini disebabkan energi
kecepatan air masuk sudu runner
lebih banyak termanfaatkan terbukti dari
hasil perbandingan kecepatan air keluar dari runner dengan kecepatan air masuk runner jauh lebih kecil dibanding dengan apabila sudut air masuk
sudu lebih besar atau lebih kecil dari 150 ( Haimerl, 1960 ).
Kebenaran tentang kesimpulan ini akan dibuktikan pada pembahasan nanti dengan
memvariabelkan sudut θ. Dalam
perencanaan turbin seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya, penulis memilih
harga sudut q
= 150
Selanjutnya
dengan data-data di atas dapat ditentukan model busur sudu sekaligus dapat
diketahui berapa persen energi kecepatan air yang dimanfaatkan oleh runner. Untuk memudahkan analisa,
nilai-nilai dari variabel di atas diskalakan .
Setelah semua data diskalakan, selanjutnya masukan
ke dalam analisa segi tiga kecepatan berikut melalui dua tahap penggambaran
yaitu,
Tahap 1,
Air masuk runner
Vr = kecepatan air masuk sudu rim luar
Uo = kecepatan keliling diameter luar runner
Ui = kecepatan
keliling diameter dalam runner
Vf = kwecepatan
relatif air masuk sudu rim luar
Vfi = kecepatan relatif air kelur sudu rim dalam
Vi = kecepatan air keluar sudu rim dalam
Tahap 2, Air keluar runner.
Vo = kecepatan air masuk sudu rim dalam
Vfo = kecvepatan relatif air masuk sudu rim dalam
Vr’ = kecepatan air keluar sudu rim luar
Vf ‘ = kecepatan
relatif air keluar sudu rim luar
4.2. Perbandingan Effisiensi Dengan Analisa Segi Tiga Kecepatan.
Gambar 20.
Analisa Segi Tiga Kecepatan pada Sudut
Masuk θ = 150
(Sumber : Bachtiar,
Asep Neris. 1988)
Busur A-B inilah yang dijadikan mal untuk
menentukan kelengkungan dan posisi sudu-sudu yang dipasang diantara dua buah
piringan. Hal ini tidak begitu sulit dipraktekan di lapangan yang lebih diutamakan
ialah ketelitian dan keuletan dalam bekerja. Titik B seperti pada gambar di
atas merupakan titik ujung dari busur sudu A-B. Pada saat runner berputar ke kiri, titik B akan mengalami perpindahan relatif
sejauh B-B’ dan waktu yang diperlukan untuk perpindahan relatif dari B ke B’ sama dengan waktu
yang diperlukan oleh suatu titik air guna menempuh busur dari titik A ke titik
B dengan kecepatan relatif,
Gambar 21. Analisa Segitiga Kecepatan Pada Sudut Masuk θ1 = 200
(Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 22. Analisa Segitiga Kecepatan Pada Sudut Masuk θ2 = 120
(Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 23. Analisa Segi Tiga Kecepatan Pada
Perbandingan Uo / Vr =
0,7
(Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
Gambar 24. Analisa Segi Tiga Kecepatan Pada
Perbandingan Uo / Vr =
0,3
(Sumber : Bachtiar, Asep Neris. 1988)
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Asep Neris. (1988). Perencanaan Turbin Air Penggerak Generator
Listrik Pedesaan. Tugas Akhir
Haimerl, L.A.(1960). The Cross Flow Turbine. Jerman Barat
Lal, Jagdish.
(1975). Hydraulic Machine. New
Delhi : Metropolitan Book Co Private Ltd
Sutarno. (1973). Sistim
Listrik Mikro Hidro Untuk Kelistrikan Desa.
Yogyakarta : UGM
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar